Coba Bisnis

Tuesday, September 29, 2009

selamat hari raya idul fitri 1430 H

Menurut Rasulullah, Allah SWT akan melapangkan rezeki orang yang suka menyambung tali silaturahmi. Allah juga akan memanjangkan umur kepadanya

Muhammad Baqir ra pernah mendapat wasiat dari ayahnya (Imam Zainul Abidin, ra). Ia (kata Baqir) telah berwasiat kepadaku, “Janganlah duduk bersama lima jenis manusia. Jangan berbicara kepada mereka, bahkan jangan berjalan bersama mereka, meskipun tidak disengaja.

Pertama, Orang Fasik. Karena ia akan menjualmu hanya untuk sesuap makanan.

Kedua, Orang Bakhil. Karena ia akan memutuskan hubungan di saat kita kita memerlukan.

Ketiga, Pembohong. Karena ia akan menipumu. Karena ia akan senantiasa menipumu.

Keempat, Orang Bodoh. Karena ia berkeinginan memberikan manfaat bagimu, namun karena kebodohannya, ia jutru merugikanmu.

Kelima, Orang yang memutuskan tali silaturahmi. Karenanya, janganlah berdekatan dengannya.

***

Memutus tali silaturahmi adalah sesuatu yang dilarang oleh agama Islam. Dalam Q.S an-Nisa’: 1, Allah berfirman, “Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-namaNya, kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.”

Dalam kitab Ahkam al-Qur’an-nya, Ibnu al-Arabi menafsirkan ayat ini dengan: “Takutlah kepada Allah untuk berdosa kepada-Nya dan takutlah untuk memutus tali silaturahmi”.

Dari Abdullah bin Abi Aufa r.a. berkata, ketika sore hari pada hari Arafah, pada waktu kami duduk mengelilingi Rasulullah saw, tiba-tiba beliau bersabda, “Jika di majelis ini ada orang yang memutuskan silaturahmi, silahkan berdiri, jangan duduk bersama kami.” Dan ketika itu, diantara yang hadir hanya ada satu yang berdiri, dan itupun duduk di kejauhan. Dan dalam waktu yang tidak lama, ia kemudian duduk kembali.

Rasulullah bertanya kepadanya,”Karena diantara yang hadir hanya kamu yang berdiri, dan kemudian kamu datang dan duduk kembali, apa sesungguhnya yang terjadi? Ia kemudian berkata, “Begitu mendengar sabda Engkau, saya segera menemui bibi saya yang telah memutuskan silaturahmi dengan saya. Karena kedatangan saya tersebut, ia berkata, “Untuk apa kamu dating, tidak seperti biasanya kamu dating kemari.” Lalu saya menyampaikan apa yang telah Engkau sabdakan. Kemudian ia memintakan ampunan untuk saya, dan saya meminta ampunan untuknya (setelah kami berdamai, lalu saya datang lagi ke sini).

Lalu Rasulullah bersabda, “Kamu telah melakukan perbuatan yang baik, duduklah, rahmat Allah tidak akan turun ke atas suatu kaum jika di dalamnya ada orang yang memutuskan silaturahmi.”

Rasulullah pernah bersabda,”Tidak ada satu kebaikanpun yang pahalanya lebih cepat diperoleh daripada silaturahmi, dan tidak aka satu dosapun yang adzabnya lebih cepat diperoleh di dunia, disamping akan diperoleh di akherat, melebihi kezaliman dan memutuskan tali silaturahmi.”

Dalam sebuah riwayat lain, dari Anas r.a, ia berkata bahwa Rasullah saw bersabda, “Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dilamakan bekas telapak kakinya (dipanjangkan umurnya), hendaknya ia menyambung tali silaturahmi. [Mutafaq ‘alaih]

Ali r.a meriwayatkan dalam sebuah hadist, “Barangsiapa yang mengambil tanggungjawab atas suatu perkara, aku akan menjamin baginya empat perkara. Barangsiapa bersilaturahmi, umurnya akan dipanjangkan, kawan-kawannya akan cinta kepadanya, rezekinya akan dipalangkan, dan ia aman masuk ke dalam surga. (Kanzul ‘Ummal).

Al-Qurthubi mengatakan, “Seluruh agama sepakat bahwa menyambung silaturahmi wajib dan memutuskannya diharamkan“. Ibnu Abidin al-Hanafi mengatakan;”Menyambung silaturahmi wajib meskipun hanya dengan mengucapkan salam, memberi hadiah, memberi pertolongan, duduk bareng, ngobrol, bersikap ramah dan berbuat baik. Kalau seseorang yang hendak disilaturahmi berada di lain tempat cukup dengan berkirim surat, namun lebih afdol kalau ia bisa berkunjung ke tempat tinggalnya”.

Orang yang menyambung silaturahmi akan mendapat balasan di dunia berupa: kedekatan kepada Allah, rezekinya diluaskan, umurnya dipanjangkan, rumahnya dimakmurkan, tercegah dari mati dengan cara tidak baik, dicintai Allah dan dicintai keluarganya.

Yang lebih penting dari itu semua, di akhirat kelak, ia akan mendapat balasan surga dari Allah SWT: Rasulullah ditanya oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah kabarkanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan akan ke surga”. Rasulullah menjawab; “Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturahmi“. (HR. Bukhari).

Dan yang terakhir, Rasulullah pernah berkata pada sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq r.a bahwa tiga perkara berikut ini benar adanya. Pertama, barangsiapa yang dizalimi kemudian ia memaafkan, maka kemuliannya akan bertambah. Kedua, barangsiapa yang meminta-minta untuk meningkatkan hartanya, maka, hartanya akan berkurang. Ketiga, barangsiapa yang membuka pintu pemberian dan silaturahmi, maka hartanya kan bertambah.

Tuesday, September 8, 2009

Depression Doing the Thinking

It has been estimated that we have anywhere from 25,000 to 50,000 thoughts a day. If your cast of mind is predominantly negative, imagine how many negative thoughts you are generating daily—thousands upon thousands. That is precisely the case with depression.

One of the features of depression is pessimistic thinking. The negative thinking is actually the depression speaking. It's what depression sounds like. Depression in fact manifests in negative thinking before it creates negative affect.

Most depressed people are not aware that the despair and hopelessness they feel are flowing from their negative thoughts. Thoughts are mistakenly seen as privileged, occupying a rarefied territory, immune to being affected by mood and feelings, and therefore representing some immutable truth.

Compounding the matter is that negative thinking slips into the brain under the radar of conscious awareness and becomes one of the strongest of habit patterns. People generate negative thoughts so automatically they are unaware that it is happening, that it is actually a choice they are making.

One of the most powerful actions you can take in combating depression is to understand how critical the quality of your thinking is to maintaining and even intensifying your depression—and that the quickest way to change how you feel is to change how you think. Often enough you can't control how you feel, but you can always control how you think. There's an active choice you can take—if you are aware that changing your thinking is important.

It's not an accident that cognitive therapy is one of the most researched and practiced of depression treatments. It is based on the fact that thought-processing errors contribute so much to depressed mood.

It is possible to take action and to change patterns of thinking on your own. There are six action strategies that bring the quickest results in breaking out of the negative thought patterns that maintain your depression.

  • Know that it is possible to control the quality of your thinking. That contributes more to how you feel than any other factor. It is a widespread but false belief that you have to change your feelings in order to change how you think; it is actually the other way around.
  • Keep track of just how many negative thoughts you are actually having. There are several ways to do this, but no matter which way you choose, you need two to three days to assess the amount and degree of negative thinking.

    You can keep a thought journal for several days in which, at the end of each day, you jot down as many instances of negative thinking as you can remember. "I thought I was too fat." "I hate my boss." "I hate traffic jams." Include instances in which you call yourself a name such as "idiot," or think of yourself (or someone else) as worthless.

    Note any kind of pessimistic thinking, any focusing on problems rather than on solutions. Record thinking in which you feel yourself to be a victim, even if you have been genuinely victimized.

    Jot down thoughts of feeling helpless or hopeless. Be especially aware of making sweeping generalizations from one specific bad event so that your whole future appears to be terrible. "I got fired from this job; I'll never have a good job again." "This relationship broke up; I'll never find a partner." Listen for words that are categorical and extreme—always, never. Black-and-white thinking is another sign—it's usually too extreme.

    Alternatively to keeping a journal, carry with you a wad of index cards or a palm computer and note negative thoughts as they occur. Although describing the negative thoughts is more helpful, it is not essential; you can simply tally them.

    Develop a partnership strategy. Ask a loved one or a trusted colleague to point out to you your instances of negative thinking, and then record them.

  • After you get a fix on the kind of negative thinking and its frequency, identify the situations that trigger such thinking. The act of writing down instances of negative thinking is an exercise in focusing that helps make you aware of the triggers. In all likelihood, certain types of events are particularly likely to set off a chain of negative thoughts. For some, it's an act of being rejected or ignored or not responded to by another person. For others it might be a negative remark about or actual setback in their work.
  • Convert negative to positive thinking the next time you encounter a trigger. Just flip the switch.

    For this it helps to have a visual reminder at hand. Keep in your purse or on your desk a switch plate with an actual light switch on it. Refer to it often.

    Which kind of thought circuitry do you plug into—negative or positive? "I'm too fat" vs. "I've never been more fit." "This plan will never work" vs. "I have some suggestions that will help get this plan off the ground." Constantly flip the switch from down and dark to up and light.

  • Utilize the partnership strategy. Tell your mate or trusted colleague that you think you're sounding too pessimistic in your thinking and that you want to be more optimistic; ask them to help you out by first cueing you when you are sounding negative and then asking you to instantly convert it to a positive statement.
  • In keeping your diary of negative thinking, create a separate column for writing the corresponding positive thought. "I'm too old" vs. "I'm getting better with age." Do this for a few days to get the hang of converting negative to positive thinking

Tuesday, September 1, 2009

ESQ 165

Melatih Kecerdasan Spiritual Generasi Muda Telkomsel

Posted: 30 Aug 2009 08:07 PM PDT

Esqmagazine.com - Majelis Ta’lim Telkomsel bekerjasama dengan ESQ Leadership Centre menyelenggarakan inhouse training ESQ for Kids dengan tema “Selamatkan Generasi Muslim Telkomsel”, Sabtu-Minggu (22-23/8). Training yang bertepatan dibulan Ramadhan ini dihadiri 154 peserta, di Gibraltar Room Menara 165, Cilandak Timur, Jakarta.

Training Kids yang dipandu Dwi Astuti menyatakan, tujuan training ini pertama agar anak mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhan-nya. Kedua, menjalin hubungan harmonis antara anak dan orangtua. Ketiga, anak dapat mengerti pentingnya mengerjakan shalat.

“Yang terpenting adalah anak-anak sejak dini tahu siapa Tuhan-nya dan mereka bisa memaknai apa yang mereka lakukan dalam kehidupan keseharian. Mereka harus belajar, shalat, menyayangi ayah ibu,” tuturnya.

Efsilon K.A. Fatoni salahsatu orangtua dari peserta training Zila dan Kharisma mengatakan, penting bagi anak dilatih kecerdasan spiritualnya. “Tujuannya dari awal kita sudah mulai memperkenalkan lebih dalam kecerdasan spiritual, yang mana ini adalah target dari ESQ, yaitu Indonesia Emas 2020.”

Peserta, Zila (10) mengungkapkan rasa senangnya dapat training di Menara 165. Dengan training dirinya mengaku lebih banyak teman dan lebih menghormati orangtua.

“Lebih semangat sekolah, karena ada yang masuk dalam pelajaran,” ujarnya yang bercita-cita menjadi dokter ini.

Peserta, Kharisma (7) yang juga adik dari Zila ini menuturkan tujuan training ingin belajar agar pintar dan tahu tentang kebaikan.

Lebih lanjut Efsilon berharap kecerdasan spiritual bagi generasi muda Indonesia dapat lebih diutamakan, karena selama ini dunia pendidikan lebih mengutamakan kecerdasan intetektual.

“Di dunia pendidikan sekolah mungkin sudah dapat pelajaran agama, namun kecerdasan spiritualnya belum mengena. Dengan adanya program seperti ini, mulai dari anak kecil hingga remaja bagus sekali untuk Indonesia ke depan,” paparnya. (tino)